Saturday, August 02, 2008

30 Tahun

Tak terasa waktu terus bergulir. 30 Tahun sudah saya bernafas merasakan nikmatnya udara bumi alam semesta ini. Sedih, gembira, suka, duka, sudah banyak saya lalui. Banyak kenikmatan yang saya dapat, banyak Mujizat yang terjadi dalam hidup saya dan banyak rasa syukur yang wajib saya panjatkan kepada Sang Pencipta.
Di perjalanan hidup saya, saya diberi anugerah olehNya dengan keberadaan orang-orang yang mencintai dan menyayangi saya.
Saya tak tahu harus mengucap apa pada Tuhan, di tanggal 27 Juli kemarin....
Tepat di usia saya yang ke 30, saya justru harus menyaksikan Nenek tercinta saya dimakamkan.

Saya tahu ditinggalkan orang yang kita sayangi, adalah hal terberat. Ditinggalkan orang yang kita sayangi adalah hal yang paling menyakitkan. Tetapi saya meyakini bahwa ini adalah yang terbaik yang Tuhan berikan. Manusia terbuat dari tanah, dari debu, dan manusia akan kembali ke debu. Semua manusia pasti akan kembali pada Sang Pemilik Kehidupan.
Saya patut bersyukur, karena Nenek saya telah menemani hari-hari saya hingga usia 30 tahun. Saya patut berbangga usia nenek saya yang langka yaitu hampir 100 tahun. Bahkan sebelum meninggal Nenek banyak berkata-kata. Di usianya yang sudah begitu tua, telinga dan matanya masih berfungsi dengan baik. Penglihatan dan pendengarannya masih jelas.

Di saat kami semua berkumpul di Ponorogo dengan begitu banyak pelayat, ibu dan beberapa saudara mengucapkan "Selamat Ulangtahun rin...di ultahmu ini tepat pada saat pemakaman nenek."
Saya menyaksikan Nenek meninggal dengan begitu tenang, seperti orang tertidur. Kami semua anak cucunya meneteskan air mata. Tapi kami semua ikhlas demi kelancaran jalan nenek menghadap Sang Pencipta.

Pemakaman nenek memang tidak sedasyat pemakaman kakek yang didatangi ribuan pelayat. Tapi pemakaman nenek tetap terlihat ramai. Warga desa berbondong2 ingin menyaksikan pemakaman Nenek. Setiap hari orang datang untuk mendoakan nenek hingga tujuh harinya tak pernah lepas dari angka ratusan. Ketika 3 hari nenek, yang datang melebihi 600 orang. Saya tak menyangka walaupun pengaruh Nenek saya tak sedasyat kakek saya, tetapi orang masih tetap menghormati dan menyayangi nenek sebagai sesepuh juga mantan Lurah. Mereka selalu menyebut 'Mbah Lurah'

Dari 11 anaknya, yang tidak datang adalah Budhe kalimantan, Pakdhe Kerinci dan Om di Sorong Irian. Sedangkan yang dari Jakarta, Bekasi, Madiun, Surabaya, Situbondo datang memberi penghormatan terakhir pada Nenek.

Selamat Jalan Nenek, Terima kasih atas segala keceriaan yang pernah Nenek berikan pada saya. Terima kasih telah pernah mengasuh saya saat bayi dengan tingkat kerewelan yang tinggi. Terima kasih atas segala nasehat. Mohon maaf atas segala salah yang mungki saya sengaja ataupun tak sengaja.
Teriring doa dan kasih...semoga Nenek di terima di sisiNya.