Wednesday, February 27, 2008

Kesehatan itu mahal harganya

Saya pernah mengalami sakit kepala berat tiga tahun lalu. Sakit kepala itu hingga membuat kepala saya nyeri dan panas di bagian belakang kepala. Karena mendapatkan fasilitas kartu asuransi askes dari tempat saya bekerja, saya mencoba datang ke dokter keluarga dari askes. Saya diberi obat untuk konsumsi selama 1 minggu, jika tidak membaik, maka saya wajib kontrol lagi. Akhirnya saya kontrol lagi, karena obat tersebut tak berpengaruh apapun pada kepala saya. Dokter mengira ada kemungkinan tumor entah apa. Sayapun diberi surat rujukan ke Rumah sakit swasta di Surabaya.

Saya datang ke rumah sakit itu, tentu saja masih dengan bekal asuransi dan surat rujukan. Di specialist saraf tengkuk saya dipijat, saya diperiksa teliti oleh dokter dan pada keputusan akhir dokter memutuskan untuk CT Scan. Suster pun menelepon pihak askes, apakah budget asuransi saya memenuhi untuk bisa CT Scan. Saya terkejut ketika disebutkan nilai nominal CT Scan yang harganya saat itu 800 ribu rupiah, hampir satu juta. Untunglah budget askes saya juga mencakup CT Scan. Kalau tidak, tidak bisa saya bayangkan, pastilah saya akan habis biaya lebih dari satu juta untuk bayar dokter, obat dan CT Scan. Gaji saya ludes hanya untuk berobat pastinya. Ternyata dari hasil CT Scan ada benjolan kecil di sinus maxiliris sebelah kiri. Katanya sih tidak berbahaya. Saya hanya menganggap itu seperti alergi setiap harinya buat saya. Sejak usia SMP saya selalu dihadapkan pada pilek setiap pagi. Karena merasa baik setelah mendapat obat dari dokter, saya tak pergi ke THT walau sudah dirujuk oleh dokter keluarga.

Akhir-akhir ini, sejak libur natal tahun baru hingga saat ini, suara saya serak, parau. Setiap kali berbicara keras sedikit saya mesti mengeluarkan tenaga ekstra. Awalnya saya tak curiga apapun. Namun 2 minggu yang lalu kepala saya pusing berat lagi. Sebenarnya saya paling benci ke dokter. Bukannya karena apa, karena saya sangat benci harus menelan obat. Saya mau rutin menelat obat, hanya saat hamil saja. Itupun karena saya melakukan demi janin yang ada di perut saya, yang saat ini sudah menjadi mahluk menggemaskan.
Karena dorongan suami tercinta, saya pergi ke dokter, saat ini saya tidak memakai fasilitas askes kantor, karena tidak mungkin saya pergi ke dokter di surabaya yang jauhnya dari ujung ke ujung jika berangkat dari rumah saya. Suami menawarkan asuransi untuk istri yang ia terima dari perusahaan tempat dia bekerja. Enaknya asuransi ini, kita bisa langsung ke dokter specialist tanpa rujukan. Saya melenggang ke THT ditemani suami saya. Saya menceritakan sejarah penyakit saya, saya juga menceritakan kalau hasil ct scan saya hilang. Saya diperiksa. Tenggorokan diperiksa, hidung diperiksa, lalu lidah saya terjulur dan ditekan sambil diminta berteriak aaaaa,eeee. Saya diminta foto dulu. Hasilnya sinus kanan dan kiri bengkak, ternyata pita suara saya juga bengkak. Saya dilarang mengkonsumsi makanan pedas, minuman dingin. Yang bikin saya jengkel, saya dilarang melatih paduan suara, saya dilarang bernyanyi, saya dilarang sering2 mengeluarkan suara. Padahal saat itu saya sudah ditawarin untuk melatih lagi di salah satu univ untuk pengukuhan guru besar, saya sudah diminta lingkungan untuk bantu paduan suara buat tugas bulan mei, bahkan wilayah sudah memasukkan list nama saya sebagai pendukung alto untuk misa jumat agung. Maafkan aku Tuhan, tak bisa bernyanyi bagiMu. Yang bikin saya lebih jengkel dan menggerutu, obat yang harus saya minum banyak. Saya juga wajib ikut fisioterapi tiap hari selama 20 menit. Sinus kanan kiri saya dipanasi. Dan tahu gak? Jika saya total dari pengobatan awal minggu lalu senin 18 feb, terapi, obat, hingga kontrol 23 feb total biaya yang keluar adalah 800 ribu. Waaah..kalau buat beli susunya edgar bisa dapat banyak tuh. Thanks bagi Tuhan, karena ternyata semua itu telah dibayar oleh asuransi kesehatan pihak kantor suami saya.

Sekarang? Jangan tanya saya, penyakit ini tetap masih saya rasakan menyiksa. Tenggorokan kalau buat menelan rasanya sakit, tetapi saya menghentikan konsumsi obat. Karena 2 hari yang lalu saya sering mengalami kejang perut, kaku perut hingga menembus punggung dan pinggang. Suami saya juga bikin saya takut, katanya mungkin saya ginjal, halah...saya jadi stop obat, minum air putih banyak. Jadi berprasangka yang gak-gak.
Duh..saya tidak mau sakit lagi. Saya mau selalu sehat. Saya ingin selalu menjaga Edgar hingga ia dewasa.

Kesehatan mahal harganya. Saya jadi berpikir, seandainya saya tak memiliki asuransi mungkin sayapun tak mau nekad berobat, karena bagi saya yang terpenting ada susu anak saya bisa terpenuhi. Kadang saya jadi berpikir, bagaimana nasib mereka yang lebih tak beruntung dari saya. Mereka yang benar-benar tak punya uang, tak punya asuransi tetapi mereka sakit keras. Mereka pasti sangat bingung.

Semoga ini adalah sakit yang terakhir. Jangan sampai saya sakit-sakit lagi. Capek deh minum obat, capek ke dokter, capek ngantri.