Thursday, September 16, 2004

Selamat datang

Selamat pagi, selamat siang, selamat sore dan malam...

Ririn barusan iseng belajar di blogger, siapa tahu keisengan corat-coret ini bikin ririn tambah semangat dalam berlatih menulis..siapa tahu juga tiba-tiba ririn jadi top..top..top bak superstars

Kebetulan yang masih ditayangin di sini adalah kumpulan tulisan lama, maklum masih percobaan, kalau ternyata bisa jadi blogger nya, yach ririn tambahin nanti.

Mohon comment dari teman-teman, atau mungkin masukan yach..kali aja ririn jadi nambah pengetahuan nya gimana bikin blogger tambah cantik, dan bagaimana bikin website (tapi cari'in yang gratis lhooo) maklum duitnya gak ada, kalau udah jadi artis ternama aja, baru bikin web yang exclusive.

Satu lagi, tuhhh profile mungkin englishnya amburadul, jangan ditertawain..kan udah rin bilang "percobaan"..di tengah ngadatnya internet ubaya, bikin profile..juga di tengah kesibukan jam kerja.

So...baca ya...kalau udah pernah baca, dilihat aja..

Salam,
RIRIN

Refleksi Diri

BERSYUKUR DALAM UNTUNG DAN MALANG

Kemarin sore, ketika aku pulang kerja dengan membawa motor, aku berpapasan dengan seorang perempuan yang cacat kakinya, berjalan bersama dengan teman-temannya. Aku menyimpulkan bahwa perempuan itu mungkin kerja pada suatu pabrik, dan mungkin dia sedang berjalan pulang bersama teman-temannya.

Ada sempat terlintas di benakku, sempat terpikir pula olehku, dan menjadi tanda Tanya besar “Bagaimana dia bisa bertahan mengarungi hidup ini dengan kaki cacat ?”
Dia mau bekerja pada suatu pabrik, dan dia bisa berinteraksi, bersosialisasi dengan teman-temannya.

Dan aku menjadi sadar, bahwa Tuhan menciptakan manusia dengan bermacam-macam bentuk, dan karakter, bahkan talenta atau bakat. Ada yang cantik, tapi dia mempunyai perangai yang buruk, ada yang cacat tetapi dia begitu tegar bahkan lebih tegar dari si cantik dalam menghadapi hidupnya, dan berbagai macam model lainnya.

Dan akhirnya aku mencapai perenungan diri. Dimana aku dulu sering minder dengan diriku sendiri, dengan kemampuanku. Aku selalu membanding-bandingkan dengan kelebihan orang lain. “Akh ..kenapa aku tidak secantik si “A” ? kenapa Tuhan tidak memberi aku body atau postur tubuh sebagus si “B”? Kenapa Tuhan tidak memberiku kepintaran seperti si “C”? “…dan masih banyak lagi pertanyaan yang kuungkapkan pada Tuhan, seolah-olah aku menuntut dan tidak puas dengan apa yang diberi Tuhan.

Dengan kejadian kemarin sore, berpapasan dengan perempuan “Cacat” yang mau berkerja dan bisa bersosialisasi dengan orang-orang di sekitarnya, aku berucap “Maha Besar Tuhan”….karena ternyata masih banyak orang-orang yang lebih tidak sempurna, yang lebih menderita, yang lebih merasa disisihkan dan disingkirkan daripada aku.

Semoga kita semua selalu bersyukur pada Tuhan dalam suka, duka, untung dan malang kita.

15 Agustus 2003

=================================================================

KASIH

Ketika salah satu tetangga menyebar gosip tentang
keluargaku, aku merasa sebel, sakit hati, dendam, dan
ingin membalas kejahatannya.juga Ketika seorang teman
berbicara tidak enak sedikit saja, aku jengkel dengan
omongannya.
Yach, selalu begitu dan begitu...jika seseorang telah
menyakiti aku, aku berusaha untuk menyakitinya,
berusaha membalas sakit hatiku, berusaha membalas
dengan kata-kata yang menyakitkan.

Entah mengapa aku serasa terbangun dari lamunan, saat
kulihat satu kata yang tertulis di mejaku."KASIH"
Aku menulis dengan refleks lagu yang terdentang di
radio. Rasa kasih bukan cuman diperuntukkan bagi
pasangan orang yang sedang berpacaran,rasa kasih bisa
diberikan pada siapa saja, orang tua,
sahabat..teman,bahkan tukang becakpun berhak menerima
rasa kasih.

Yach kasih kata yang singkat namun penuh makna. Dalam
kasih ada kerendahan hati, tidak sombong, sabar, tidak
dendam, tidak menyimpan kesalahan orang lain. Bahkan
Kasih lebih luas jangkauannya dari Cinta. Seperti
halnya suatu syair lagu "Love give us wing" begitu
pula kasih dapat memberikan kekuatan dan kebahagian
tersendiri.

Aku berpikir alangkah damainya hatiku jika mencoba
menciptakan suasana kasih di hatiku. Dan alangkah
damainya dunia jika tiap orang juga menciptakan kasih
di hati mereka. Tentu tidak akan ada perang Irak,
Aceh, Poso, Ambon, Bom Bali,..dan lainnya yang membuat
kita prihatin. Tentu tidak ada percekcokkan,
pertengkaran, Iri hati, benci, dendam, jengkel..Dengan
kasih orang bisa memaafkan kesalahan orang lain,
dengan kasih orang mau membantu sesamanya yang lebih
menderita.

Kasih bukan cuman diwujudkan dengan kata-kata, namun
dengan perbuatan yang konkrit. Ketika aku naik becak,
kemudian memberikan bayaran , aku juga mengucapkan
terima kasih seraya tersenyum. Aku merasa bahwa aku
sudah mencoba mewujudkan sikap kasih. Sikap itu memang
kecil sekali, dan sering aku abaikan, namun dengan
sikap itu, abang becak merasa dimanusiakan, merasa
dihargai.

Aku hanya berdoa dan berharap bahwa setiap orang di
dunia ini punya "KASIH" di hatinya.Segala kesusahan,
dan amarah di hatiku ternyata dapat teratasi dengan
Iman, pengharapan dan yang paling utama "Kasih."

31 Juli 2003

=================================================================

KASIH IBU SEPANJANG JALAN

Kemarin malam pikiranku serasa penat, dadaku sesak, dan tanpa terasa air mataku mengalir. Aku berusaha menahan gejolak-gejolak di hatiku, aku berusaha untuk menyembunyikan masalah yang terjadi di tempat kerja atau masalah pribadiku dari Ibu. Tapi Ibu adalah seorang yang peka, bagaimanapun Ibu selalu bisa merasakan anaknya dalam kesedihan atau kegembiraan.

Akhirnya aku menceritakan secara detail tentang kesesakanku. Dan penuh kelembutan Ibu memberikan nasehat, dorongan, semangat, dan kata-kata yang menghibur aku.

Ibu… belas kasihnya panjang bak sungai, ibu tidak pernah menghiraukan penderitaannya, kepedihannya. Baginya adalah kebahagiaan anak-anaknya. Baginya memberikan pendidikan tinggi pada anak-anaknya adalah suatu kebanggaan, melihat anaknya menjadi seorang yang sukses adalah suatu kebahagiaan.

Aku masih ingat ketika Ibu terserang tumor ganas dan kanker rahim, di tengah kepedihannya Ibu masih menginginkan aku menyembunyikan penyakitnya dari kedua adikku, di tengah sakitnya Ibu tidak pernah mengeluh, Ibu tetap bekerja tiap hari untuk mencari uang, agar kami tetap bisa kuliah. Bahkan ketika Dokter mengatakan bahwa penyakit Ibu tidak bisa dibiarkan terus dan harus dioperasi, Ibu masih memberiku semangat untuk belajar dalam mempersiapkan Ujian Akhir Semester, Ibu tidak mau kami bertiga menjenguknya ataupun menunggu di Rumah Sakit. Semua penderitaan Ibu pikul sendiri, bagi Ibu kebahagian suami dan anaknya adalah nomer satu.

Satu persatu kenangan bersama Ibu mengalir terus dalam pikiranku. Aku masih ingat juga saat-saat sesudah Ibu keluar dari Rumah Sakit, dalam kondisinya yang masih lemah, dengan jalan yang gontai Ibu menuju dapur, aku bertanya “Ibu kenapa kesini ?” dengan jawaban yang tidak kuduga Ibu menjawab bahwa beliau ingin memasakkan aku dan adik-adikku. Akh…sungguh besar kasih Ibu itu, dan tak terukurkan.
Beliau tidak memikirkan kesehatannya, tapi justru memikirkan anak-anaknya nanti makan apa, kalau beliau tidak menyiapkan makanan.

Ada kalanya aku berselisih paham dengan Ibu jika kami punya beda pendapat, aku memang keras kepala, kadang pendapat yang menurut aku benar tetap aku pertahankan, tapi Ibu dengan sabar masih bisa memaafkan aku. Ibu masih bisa tetap tersenyum.

Aku sering bergumam dalam hati, “Tuhan itu Maha Kuasa, sungguh.. Tuhan itu menakjubkan !!” Aku masih tidak mengerti dengan penciptaan sosok yang satu ini, yaitu sosok IBU. Bagaimana Tuhan bisa menciptakan sosok manusia yang mempunyai kasih tidak berkesudahan, penuh maaf, penuh pengertian, bisa mengetahui orang di sekitarnya dalam kebahagiaan atau kesedihan, bisa tanggap akan apa yang dibutuhkan oleh orang-orang di sekitarnya.

Teman, cintailah Ibu dengan segenap jiwamu. Ibu adalah sosok KARUNIA TERBESAR dari Tuhan. Dan hendaklah karunia Tuhan itu kamu jaga, cintai, sayangi, hormati, bahagiakan. Jangan pernah sakiti hatinya.

Semoga cerita aku yang jauh dari cara penulisan yang benar ini, bisa bermanfaat. Aku bukan penulis yang berpengalaman, tapi aku berharap pengalaman pribadiku ini bisa menggugah perasaan teman-teman pada sosok seorang Ibu.


20 Agustus 2003

=================================================================

BAPAK


“Bapak, sudah aku gak mau lagi becanda!!” sahutku kemarin malam, saat Bapak mencoba menggodaku.
Lucu memang, aku dan Bapak seakan bukan seperti anak dan orangtua, kadang Bapak kalau mengggoda aku, aku marah dan sering memukul seperti layaknya kepada teman. Namun Bapak tidak marah, bahkan Bapak selalu lari dan menghindar dari pukulanku.

Dulu aku pernah sempat membenci sosok yang satu ini, yach aku sempat membenci Bapak. Aku merasa Bapak tidak banyak membantu mengatasi masalah keuangan di keluarga aku. Memang dalam keluargaku gaji Ibu lebih besar daripada Bapak, dengan gaji Ibu aku dan kedua adikku bisa kuliah. Aku pernah sangat jengkel dengan Bapak karena kondisi ini.

Hari ini tiba-tiba satu persatu kejadian yang pernah aku alami bersama Bapak seakan terekam bagai kamera dan film itu seolah berputar tepat di mataku. Aku masih ingat saat Ibu harus dioperasi karena sakit kanker rahim, Bapak dengan setia menunggu Ibu di Rumah Sakit, di tengah kelelahannya karena pulang kerja, Bapak tidak peduli, setiap kali aku dan kedua adikku menawarkan diri untuk menggantikan jaga di Rumah Sakit, Bapak selalu menolak, Bapak tetap meminta kami bertiga untuk pulang dan belajar, untuk mempersiapkan Ujian karena saat itu aku dan adikku harus menghadapi Ujian Akhir, juga adikku yang kecil harus siap untuk EBTANAS. Aku juga masih ingat, ketika aku pulang kuliah kudapati Bapak sedang memasak di dapur, aku Tanya “kenapa masak Bapak..?” Bapak menjawab, “karena Ibu sakit, dan kamu pulang nanti makan apa kalau lapar?. Benar-benar jawaban yang kadang aku tidak mengerti. Padahal kalau aku lapar aku bisa membeli makanan yang lewat di depan rumah, tapi ternyata jalan pikiran Bapak berbeda.

Satu hal lagi yang unik pernah terjadi, Bapak pernah memaksa aku untuk masuk Fakultas Non Gelar, tepatnya Akademi Sekretari, dengan alasan supaya aku bisa cepat mendapatkan kerja. Padahal saat itu aku sudah mendaftarkan diri aku sebagai Mahasiswa Fakultas Ekonomi jurusan Akuntansi, sehingga aku harus mengahadap Pembantu Rektor I untuk mengajukan permohonan pindah fakultas, sekarang aku bisa merasakan manfaatnya, aku cepat mendapatkan pekerjaan dengan mudah.
Aku masih ingat saat aku duduk di bangku SMA kelas III, aku mendapatkan surat dari teman laki-laki yang ditujukan ke alamat rumah, tapi di luar dugaanku Bapak telah membuka surat tersebut dan membacanya. Aku benar-benar terkejut, apalagi ternyata surat tersebut berisikan perasaan seorang laki-laki yang jatuh cinta pada lawan jenisnya. Aku mendapat “Instruksi dan Peringatan Keras”, bahwa aku tidak boleh berpacaran kalau masih duduk di bangku sekolah. Banyak hal yang dilakukan Bapak, dan terkadang bertentangan dengan keinginanku. Banyak hal yang tidak aku mengerti pada Bapak, kemauannya, keinginannya, semuanya, tapi semuanya aku dapat petik manfaatnya.

Suatu hari, aku pernah ditegur Ibu karena kerasnya hatiku, Ibu memberikan berbagai pandangan tentang penilaian aku terhadap Bapak, bagi Ibu ketidakperdayaan Bapak atas gaji istri yang lebih besar bukan karena diri Bapak, melainkan keadaan yang memang terjadi, karena status pekerjaan yang memang berbeda jauh dari Ibu. Ibu memberikan pengertian yang akhirnya membuat aku sadar bahwa dalam kehidupan keluarga uang bukanlah segalanya.

Aku begitu tertegun, melihat Bapak menggendong Ibu, memandikannya, menggantikan baju yang berlumuran darah, saat Ibu sakit. Aku heran, melihat ketegaran hati Bapak bergelut dengan darah, juga berbagai makanan yang tidak bisa masuk ke lambung Ibu dan harus dimuntahkan. Bahkan aku sempat bergumam, Bapak adalah sosok yang setia, Bapak bertanggung jawab terhadap keluarganya. Yach seolah Tuhan membukakan mataku, pikiranku, karena dengan begitu tiba-tiba aku mengagumi Bapak.

Dua hari sebelum operasi, Ibu merasa ketakutan, ibu sangat takut kehilangan Bapak, Ibu takut bahwa Bapak akan meninggalkannya jika mengetahui Ibu sakit kanker dan tumor rahim. Ibu mengungkapkan itu semua kepadaku, dan waktu itu aku mendorong semangat Ibu untuk tidak berpikiran buruk dulu aku meminta Ibu untuk menyerahkan semua pada Tuhan. Tapi….semua pikiran Ibu, tidak terjadi, Bapak dengan tabah mendampingi Ibu menjalani berbagai kesusahan dan kesakitan, Bapak setia mengantar Ibu kontrol, berobat, memandikan, menunggu selama di rumah sakit, dan semua itu berlangsung selama satu tahun. Yach satu tahun bukan waktu yang pendek, dan bisa saja kejenuhan menimpa Bapak, tapi aku tidak melihat semua itu. Bapak tetap tegar memberikan semangat agar Ibu cepat sembuh dari sakitnya.

Sampai sekarang yang selalu mengusik dan membuat aku tertawa dalam hati, adalah sikap Bapak yang terlalu kuatir pada aku dan kedua adikku. Padahal kami bertiga sudah besar-besar, dan kami punya kesibukan sendiri-sendiri, arah dan tujuan kegiatan kami pun tidak selalu sama. Jika Bapak masuk kerja malam, Bapak selalu menelepon ke rumah tepat jam 10 malam, sekedar bertanya pada Ibu apakah aku dan dua adikku sudah berkumpul semua di rumah.

Dulu aku berpikir bahwa hanya Ibu yang sanggup mencintai juga berani berkurban demi anak-anak dan keluarganya, tapi sekarang Tuhan merubah jalan pikiranku, kasih Ibu memang sepanjang jalan, tapi kasih Bapak juga tak terukur.

Aku hanya bisa berharap bahwa teman-teman bisa mencintai Bapak seperti teman-teman mencintai Ibu. Bapak dan Ibu adalah sosok yang harus kita tempatkan istimewa di hati kita, yang pantas kita cintai lebih dari apapun, walaupun itu pacar, kekasih atau sahabat. Jangan pernah berpikir bahwa Tuhan memberikan ketidakberuntungan padamu, karena kamu mempunyai orangtua yang tidak tampan, tidak cantik atau tidak kaya, tetap cintailah mereka dengan segala kekurangan dan kelebihan mereka, karena mereka pun mencintai kita dengan segala kekurangan kita bahkan rela memberikan apa saja untuk kebahagiaan kita.

Aku berdoa semoga teman-teman tidak mengulang kesalahanku lagi, yang membenci sosok Bapak, karena itu akan menimbulkan penyesalan kelak di belakang hari. Cintailah Bapak juga Ibu selagi mereka masih hidup.

Tulisanku yang jauh dari kurang sempurna ini semoga bisa bermanfaat.


30 September 2003

=================================================================


PERSAHABATAN

Aku berjalan di suatu hutan yang indah lengkap dengan pemandangan air terjun, juga angin yang serasa semilir menyejukkan hati. Tanganku digandeng oleh seorang gadis, dia tersenyum, menuntun aku, dia menunjukkan jalan setapak kecil yang dilewati oleh aliran sungai. Aku selalu mengikuti langkah kemanapun dia pergi, hingga…aku terhenyak saat alarm HP- ku berbunyi. Akhhh,…ternyata aku bermimpi, tapi mengapa mimpi ini terlihat nyata ? Gadis yang manis, sosok itu serasa mengusik hatiku lagi. Yach “Eka” adalah sahabat dekatku sewaktu kami sama-sama masih kuliah. Eka telah dipanggil Tuhan karena sakit tipes yang sudah menyerang di otak. Aku tidak mengerti mengapa semalam tiba-tiba Eka hadir dalam mimpiku, hal itu mengusikku. Aku berada pada kesimpulan bahwa aku harus berziarah ke makamnya.

Dulu waktu duduk di bangku kuliah aku dekat dengan dua gadis, Eka dan Zita. Kami selalu pergi bertiga kemana-mana, bahkan ketika study tour di Jakarta, kami minta tidur dalam satu kamar, agar komunikasi kami lebih enak. Aku belajar banyak hal dari dua orang sahabatku ini, aku belajar peduli, mencintai dan juga belajar karakter. Dan hingga kini yang masih aku ingat, Eka dan Zita mengajarkan aku bagaimana berpenampilan dan berdandan feminim. Lucu memang, jika mengingat hal itu, karena aku yang tomboy, tidak suka memakai lipstic harus masuk Akademi Sekretari dan dituntut untuk tampil modis. Masih terekam dalam memoriku saat Eka memulaskan lipstic di bibirku, dengan memberi contoh bagaimana menghias bibir, masih aku ingat setiap kali foto kami selalu bertiga, dan eka tidak mau memakai kacamatanya, dengan alasan malu, masak tiga-tiganya berkacamata.

Di akhir kuliah, Aku, Zita dan Eka berjanji akan sering berkomunikasi walau sama-sama sibuk bekerja, kalau tidak bisa telepon ke kantor, coba telepon ke rumah, atau ke celuler masing-masing. Di tengah rutinitas kesibukan aku bekerja, akhirnya kami bertiga dapat bertemu juga di Rumah Eka, kami menghabiskan waktu dari siang sampai sore untuk bercerita tentang kerja kami, dan mengingat saat-saat kuliah dulu. Kami sempat bertemu tiga kali, dan tidak aku sangka itu adalah pertemuan terakhirku dengan Eka.

Aku mendapat sms ..”Rin, kalau pusing karena darah rendah dikasih obat apa.? Kamu dulu pantangan makannya apa, kok darah rendah kamu bisa sembuh”?….Itu adalah sms dari eka, dan aku tidak punya pikiran macam-macam, karena selama ini eka tidak pernah sakit keras, eka adalah sosok yang tegar dan kuat. Aku hanya sempat membalas dan memberi nasehat agar eka istirahat, dan periksa ke dokter. Aku benar-benar bodoh, kenapa tidak berpikir untuk say hello lewat telepon sekedar menanyakan kabar dan mendengar suaranya.

29 Oktober 2002, jam 21.18 WIB…aku mendapat sms dari teman kuliah “Rin, Eka meninggal..bsk aku & anak2 mau melayat, kamu ikut ga..?, salam Uci “
Dum…dum..dum… Dadaku bergetar hebat, tanganku dingin saat itu, Eka…? Eka siapa..? Eka yang mana..? Respect aku menelepon Zita, aku Tanya Eka siapa yang meninggal..? Ternyata Zita sama tidak tahunya dengan aku, Zita juga bingung. Aku benar-benar di ambang batas galau, bingung, tiba-tiba tanganku bergerak menelepon HP Eka, dan yang menerima adalah teman kampus, Fitri mengiyakan meninggalnya Eka. Hah….tanpa terasa air mataku mengalir, aku berteriak “Tuhan,…Tidak mungkin” bagaimana eka bisa meniggal dalam usia yang masih muda, eka belum merasakan manis yang dia petik dari hasil kerja kerasnya” Tubuhku rasanya lemas, dan semalaman aku tidak bisa memejamkan mata,..saat itu hatiku hanya diliputi penyesalan, dan minta maaf pada Tuhan karena mengabaikan kesempatan untuk mencintai dan mempedulikan sahabatku.

30 Oktober 2002, jam 18.00 WIB aku berada di rumah eka. Dan aku baru tahu semua kejadian dan penderitaan yang menimpa Eka. Kesakitannya, kesesakannya, dan akhirnya Ortunya harus rela melepas kepergian Eka. Aku berada pada “Penyesalan, rasa berdoa, rasa bersalah” Kenapa aku sebagai sahabatnya tidak tahu bahwa dia sempat di rawat selama dua minggu…?” Eka tidak mau sahabat-sahabatnya tahu akan sakitnya, itu yang aku dapat berita dari Ibunya.
Aku dan Zita terakhir bertemu, saling mengingatkan sesibuk apapun kami dan dimanapun kami harus saling memberi kabar.

Aku berharap teman-teman bisa memetik dari pengalaman yang terjadi padaku. Jangan pernah lupakan sahabat dekatmu, setidaknya sempatkan waktu untuk share, atau say hello,…sebelum semua terlambat. Tuhan yang menentukan segalanya juga umur manusia, kita tidak akan pernah tahu kapan kita akan dipanggil. Hendaklah peduli dengan sahabatmu. Bersahabatlah dengan siapa saja tanpa pandang bulu, cinta persahabatan tidak memandang suku, agama, kaya atau miskin…cinta persahabatan tumbuh karena rasa saling memiliki, saling peduli, saling mengingatkan, dan saling berbagi.

1 Oktober 2003

=================================================================

Jawaban Tuhan

Wati seorang mahasiswa dari keluarga sederhana. Ia bersyukur karena dapat menuntut ilmu di salah satu Perguruan Tinggi Swasta dan punya nama di Surabaya,..yach semua ini berkat kerja keras kedua orangtuanya.

Setiap hari ia melihat trend teman-temannya yang membawa handphone. Setiap dering yang ia dengar di kantin, di kelas...selalu membuatnya menahan nafas dan dadanya berdetak. Betapa tidak ? Karena Wati merasa hanya ia sendiri orang yang kuno di tengah trend dan di antara teman-temannya. Jangankan mengoperasikan handphone, seumur hidupnya ia tidak pernah menyentuh seperti apa bentuk dan model handphone itu.

Dua hari lagi ulang tahunnya yang ke 19 tahun. Tengah malam ia menulis buku
hariannya.

"Tuhan..aku sangat menginginkan handphone untuk ulang tahunku. Ingin tahu rasanya memegang dan punya handphone. Tapi kedua orangtuaku tidak mampu untuk membelinya. Aku sangat tahu itu, karena untuk membiayai kuliahku mereka harus kerja keras siang malam. Apa mungkin keinginanku terwujud Tuhan ? Apa mungkin ada keajaiban ? Tuhan jawablah doaku"

Wati lupa meletakkan kembali Diary-nya ke almari tempat ia menyimpan, dan ia tertidur. Ibu Wati membaca Diary itu sambil tersenyum..

Tiba hari ulang tahun Wati...
"Nak...Ibu dan Bapak punya hadiah untukmu". Wati membukanya, kado itu berisi Hem berwarna pink, warna kesukaan wati. Hem itu sederhana dan manis.Ibu wati tersenyum seraya memberikan hadiah itu.
"Hem itu cantik bila kau pakai untuk kuliah, Ibu dan Bapak tidak bisa memberikan hadiah yang kaudambakan yaitu handphone. Tapi jangan salahkan Tuhan, bila tidak menjawab doamu, jangan marah pada Tuhan bila tidak memberi keajaiban pagi ini.
Wati terkejut, karena Ibunya tahu akan keinginannya.
"Tidak ..Bu, Wati tidak akan pernah marah pada Tuhan. Tuhan sudah memberi
jawabannya". Wati tersenyum. Jawabannya "Tunggu belum saatnya" Tuhan akan memberikan wati pekerjaan setelah wati lulus kuliah dan wati bisa membeli handphone dari uang hasil kerja wati, bu"
Ibu Wati terharu sambil berkata "Memang ada tiga jawaban yang diberikan Tuhan dalam menjawab doa kita nak...: Ya, Tidak, dan Tunggu...."
"Tuhan tahu apa yang terbaik untuk kita.

Note :
Sebenarnya kisah di atas berasal dari pengalamanku waktu kuliah dulu. Berkumpul bersama teman-teman anak orang Borju, kaya, berduit...saat kuliah membuatku berangan-angan melambung..he..he..maklum waktu itu juga masih baru masuk bangku kuliah.

Kisah di atas mengingatkan kita bahwa sebenarnya Tuhan mengetahui apa yang terjadi dalam hidup kita. Oleh karena itu Ia tidak selalu memberikan apa yang kita minta.

Seperti handphone....keinginan itu mulai ada sejak lima tahun yang lalu, tapi Tuhan akhirnya memberikan kesempatan padaku untuk membeli handphone dengan hasil kerjaku sendiri, tanpa memberikan beban pada orang tuaku. Tuhan pasti mengabulkan doa kita dengan waktu dan saat yang tepat.

Salam,
RIRIN

=================================================================
Si Sipit dan Si Jangkung

Si Sipit berjalan dengan penuh kebanggaan, karena mendapatkan uang dari Bos besar, sebaliknya si Jangkung hanya tersenyum dan mendesah dengan perasaan sesak.
“Aku sudah bilang, apapun yang kamu kerjakan tidak ada artinya bagi Bos, karena Bos menganggap bahwa aku yang lebih rajin mengerjakan semuanya daripada dirimu!” Si Sipit berkata dengan congkak sambil menunjukkan uang yang ia terima. Tanpa Si Sipit sadari, ada telinga yang mendengar dan mata tajam yang melihat semua yang dilakukan Si Sipit kepada si Jangkung.

“Bagiku bekerja giat, melayani pimpinan adalah kewajibanku. Pengabdian pada perusahaan adalah yang utama. Jika aku sudah melakukan itu semua, aku yakin bahwa hak yang aku dapatkan sepadan dengan kewajibanku”, jawab Si Jangkung.

Si Sipit berlalu sambil mengejek kepolosan Si Jangkung. Di saat bersamaan, Bos besar memanggil si Jangkung dan memberi upah dua kali lipat lebih besar dari Si Sipit, bahkan ia dipromosikan sebagai pengawas produksi.

Sangat jarang sekali menemukan karakter seperti si jangkung, yang lebih mengutamakan kewajiban, dan apa yang harus ia berikan, tanpa meminta sesuatu yang lebih, apalagi pujian. Si Jangkung hanya berharap mendapatkan hak yang sepadan dengan apa yang dilakukannya.

Sering di antara kita, di dalam dunia kerja, menuntut lebih dan lebih pada perusahaan tempat kita bekerja. Tanpa kita bertanya pada diri sendiri, “Sudahkah aku memberikan potensi yang optimal pada perusahaan yang menggaji dan memberi aku uang?”
Kehidupan itu layaknya roda yang terus berputar, tanpa kita sadari kehidupan itu seirama dengan pekerjaan yang kita jalani. Sadar atau tidak sadar kita selalu menuntut Tuhan, “Tuhan ... saya ingin minta kaya, saya ingin punya suami tampan, saya ingin gaji tinggi, saya ingin kedudukan, bla-bla-bla dan sebagainya….yach sadar atau tidak sadar kita selalu menuntut Tuhan seperti kita menuntut kebijakan perusahaan. Padahal kita sering lupa menjalankan kewajiban kita atau bahkan tidak pernah melaksanakan apa yang diperintahNya. Kita minta kaya, tapi kita tidak mau bersedekah, kita minta kedudukan,, tapi kita malas bekerja. Bahkan yang lebih parah lagi, kita minta gaji tinggi, tapi uang kita hambur-hamburkan untuk hal yang tidak berguna.

Akan lebih bijak rasanya jika kita punya prinsip “Jangan tanya apa yang orang lain lakukan untuk saya, tetapi apa yang saya lakukan untuk orang lain”.
Apa yang kita lakukan untuk Tuhan, apa yang kita lakukan untuk perusahaan, apa yang kita lakukan untuk orang-orang yang kita cintai juga orang-orang di sekitar kita. Bukan mengatakan, “Apa yang Tuhan beri untuk saya, sehingga saya harus wajib melakukan ini? Atau …Apa yang perusahaan berikan pada saya, sehingga saya harus bekerja giat?

Siapkah kita punya prinsip itu dan menerima tantangan untuk melakukannya??


30 Agustus 2004
Kumpulan Refleksi diri
Koleksi Pribadi


































Cerita anak

HADIAH UNTUK ADIK

Ardi menangis kencang di kamarnya. Ia tidak mau makan, ketika ibunya mengajak untuk makan malam bersama ayah dan Rina, adiknya. Ardi kesal dengan ibunya, yang menurutnya lebih mencintai Rina, adiknya.
“Ardi, ayo makan … nanti kamu sakit.” Bujuk Ibu. “Tidak, Ardi tidak mau makan, selama pensil kesayangan Ardi belum dikembalikan oleh Rina!” jawab Ardi. “Kamu kan masih punya banyak pensil, pensil itu dipinjam sebentar oleh Rina untuk menggambar, nanti pasti dikembalikan.” Ucap ibu.
Setiap kali benda kesayangan Ardi dipinjam oleh adiknya, ibu selalu membela dan meminta Ardi untuk mengalah. “Uhhh, sampai kapan aku harus mengalah?” keluh Ardi dalam hati.

Ardi tiba di sekolah, siang itu sesudah jam istirahat, Ibu Astuti meminta murid kelas III membuat cerita tentang anggota keluarga para murid yaitu : ayah, ibu, adik atau kakak. Ardi bingung, tidak tahu harus bercerita apa ? Ardi sangat tidak suka dengan adiknya yang berumur tiga tahun, yang suka mengganggu dia saat belajar, mencoret bukunya dengan pensil kesayangannya. Ardi benci dengan ayah ibunya yang selalu membela Rina, adiknya dan memintanya untuk mengalah.

Buku pelajaran Bahasa Indonesia Ardi masih kosong, tidak ada satu alenia atau judul karangan yang ditulisnya.Hingga waktu yang ditentukan oleh Ibu Astuti habis. Ardi bingung, namun ternyata karangan itu tidak dikumpulkan. Bu Astuti meminta Tono, temannya untuk membacakan hasil karangannya.
Ardi terkejut mendengar karangan yang dibaca Tono, anak tunggal yang mengharapkan kehadiran seorang adik. Terlebih cerita Rico, yang sedih sekali melihat adiknya diopname di Rumah Sakit karena demam berdarah. Ardi sadar bahwa ia sangat mencintai adiknya, walaupun terkadang ia merasa terganggu dengan kenakalan Rina.

Sepulang sekolah, Ardi berhenti di toko buku. Ia mengambil pensil dengan hiasan boneka di atasnya dan buku mewarnai yang sangat murah dan terjangkau dengan uang yang dikumpulkannya selama satu minggu.

Setiba di rumah, Ardi membungkusnya dengan kertas koran. “Kak Ardi, Ibu membelikan Rina pensil warna, hari ini kan.. Rina ulang tahun”! Rina menghampiri Ardi sambil memperlihatkan sekotak pensil warna. “Oh iya, kak Ardi juga punya sesuatu untuk Rina,…ini! Selamat ulang tahun yang ke 4 ya !” jawaba Ardi. “Terima kasih kak,..Horee… Rina dapat buku mewarnai !” Ardi sangat senang melihat senyum ceria Rina.

Juni 2004

=================================================================

Maafkan Albert, Ayah …

Albert pulang sekolah dengan wajah kesal, ia melemparkan tasnya dengan kasar. “Ada apa Albert?, Apa ada masalah dengan ulanganmu?” tanya Ibu Albert. “Tidak bu, Albert kesal dengan teman-teman karena mereka mengejek Albert anak tukang becak”. Jawab Albert. “Sudah lupakan saja tentang itu, sekarang bantu Ibu menggoreng pisang , supaya sore ini ibu bisa menjualnya, yach..kan lumayan bisa membantu ayahmu untuk keuangan keluarga kita”, ucap Ibu Albert. Albert akhirnya membantu Ibu menyiapkan jualan pisang dengan wajah muram.

Pagi-pagi buta, sebelum ayah dan ibu Albert bangun, Albert mengendap-endap bangun dan langsung menuju ke becak ayahnya. Ia mengambil beberapa paku dan ditancapkan ke becak ayahnya. Tentu saja tiga ban becak tersebut langsung bocor. Ia segera bergegas kembali ke tempat tidur tanpa bersuara.

Ayah Albert sedih, muruhng dan membisu. “Ayah kenapa sih Bu?” tanya Albert. “Ban becak ayah ketiga-tiganya bocor. Padahal becak itu harus dipakai kerja ayah pagi ini untuk mencari uang”, jawab Ibu. “Kenapa ayah tidak kerja yang lain saja? Bukan menjadi tukang becak?” tanya Albert. “Karena ayah tidak bersekolah tinggi dan tidak berilmu, makanya tiap hari ayah mengayuh becak supaya Albert bisa sekolah tinggi, pintar dan kelak mendapatkan kerja yang lebih baik, tidak seperti ayah!” jawab Ibu.

“Ayah … maafkan Albert ya…!, tadi yang membuat bocor becak ayah adalah Albert, karena Albert malu diejek teman-teman Albert anak tukang becak”, sesal Albert dengan suara setengah menangis. “Tidak apa-apa Albert, yang terpenting sekarang Albert tidak perlu malu mempunyai ayah atu ibu seperti kita, karena semua kita lakukan demi Albert”, jawab ayah Albert. “Ya ayah, ibu,..terima kasih atas pelajaran hari ini” Albert berucap sambil memeluk kedua orangtuanya.

Agustus 2004